Senin, 15 Desember 2014

Krisis Beras Mengancam Sumbar

Lahan Berkurang Angka kelahiran Justru 10 Besar Nasional

Krisis pangan bakal mengancam kita. Pasalnya, laju pertumbuhan penduduk Sumbar tak seimbang lagi dengan luas lahan pertanian yang terus merosot tiap tahunnya. Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Sumbar, H. Nofrijal mengatakan, pertambahan penduduk Sumbar setiap tahunya berkisar 60 hingga 100 ribu jiwa.

Kosumsi beras sebagai makanan pokok masyarakat khususnya masyarakat Sumbar terus meningkat. Hal itu berbanding lurus dengan pertambahan penduduk, kondisi ini jelas mengibatkan luas lahan pertanian terutama areal persawahan berkurang seiring alih fungsi lahan untuk kebutuhan pembangunan masyarakat," kata Nofrijal, Minggu (14/12) kemarin.

Dia memaparkan, jumlah penduduk Sumbar tergolong tinggi secara nasional, dengan persentase pertumbuhan 0,2 persen setiap tahunya. Berdasarkan sensus, jumlah penduduk Sumbar pada tahun 2010 adalah 4,9 juta jiwa, saat ini diprakirakan 5,1 juta jiwa lebih.

Angka kelahiran total (TFR) Sumbar adalah 2,8 persen setiap tahunya. Persentase tersebut tergolong tinggi dengan rata-rata nasional yang hanya 2,6 persen. "Jumlah itu termasuk 10 besar nasional bersama beberapa daerah yang jumlah penduduknya masih tinggi diantaranyan NTT, Sumut, Sulawesi Barat dan Irian Jaya," tambanhya.

Tingginya angka kelahiran ini membuat jumlah penduduk Sumbar terus meningkat. Ditarik kebelakang, dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumbar, pada 1971 jumlah penduduk Sumbar hanya 2.793.213 orang.

Jumlah ini jauh meningkat pada sensus tahun 1980. Jumlah penduduk Sumbar tercatat 3.406.816 atau bertambah 613.603 orang. Pada sensus 1990, jumlah penduduk Sumbar kembali meningkat sebanyak 593.291 orang. Dengan peningkatan itu, jumlah penduduk tercatat 3.406.816.

Hal yang sama terjadi pada sensus 2000 dan 2010. Julah penduduk naik dengan rata-rata 500.000 orang. Hanya pada tahun 2000 kenaikan jumlah penduduk tercatat hanya 248.308 orang.

Kesadaran masyrakat Sumbar untuk mengendalikan anggka kelahiran dengan ber-KB itu hanya 50,2 persen. Persentase tersbut masih dibawah rata-rata nasional yakni 57,9 persen setiap tahunya.

"Kita ini masih kalah dengan daerah tetangga seperti Jambi, Riau dan Bengkulu, mereka itu rata-taranya sudah diangka 56 hingga 54 persen. Jelas tingginya angka kelahiran ini bakal mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat di satu kawasan," tegasnya.

Tingginya angka kelahiran pada satu kawasan, jelas bakal mempengaruhi daerah lain, seperti migrasi untuk mencari sumber penghidapan yang baru. Satu-satunya cara untuk mengendalikan hal ini adalah dengan menekan angka kelahiran.

Ini dengan asumsi, sulitnya menambah luas lahan. Sebaliknya, jumlah penduduk terus meningkat. Dia menjelaskan, pertumbuhan penduduk akan berbanding terbalik dengan kerusakan lingkungan. Sebab, masyarakat membutuhkan lahan untuk perumahan. Sementara lahan tak mungkin lagi bertambah.


Lahan Berkurang

Dengan peningkatan jumlah penduduk maka kebutuhan pangan juga cenderung meningkat. Sementara bila dilihat dari hasil tanaman padi di Sumatera Barat sepertinya tidak terjadi apa-apa. Memang dari 2005 hingga 2014, hasil padi meningkat cukup signifikan.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, dari tahun 2005-2009, hasil tanaman gabah kering atau padi, berkisar di angka 1,9 juta ton per tahun. Sempat menurun di 2009 karena bencana gempa, produksi padi Sumbar kembali naik pada 2011 hingga 2014.

Di tahun itu, produksi padi sampai pada angka 2,3 juta ton. Dengan konsumsi rata-rata 1,6 juta ton per tahun, Sumbar surplus beras sekitar 700 ton tiap tahunnya. Dengan kondisi demikian, memang untuk beberapa tahun kedepan masih aman, namun tidak dalam hitungan belasan tahun, Sumbar tak akan suplus beras lagi.

Dengan hasil panen padi yang sama, Sumbar diprediksi tak dapat lagi memenuhi kebutuhan pangan. Perhitungannya, dengan konsumsi masyarakat 1,6 juta ton beras, dengan jumlah penduduk 4,8 juta pada tahun 2010, tiap orang menghabiskan sekitar 334 liter beras tiap tahun.

Dengan kenaikan hampir dua kali lipat jumlah penduduk, Sumbar butuh dua kali lipat pula kebutuhan akan beras. Surplus 700 ton tiap tahun tidak lagi mencukupi.

Kenyataannya, luas lahan sawah di Sumbar terus berkurang. Masih dari data BPS, di Kota Padang misalnya, tahun 2006, luas sawah di Kota Bingkuang ini sebanyak 6.736 hektare. Tahun 2007, jumlahnya hanya 6.731 hektare. Jumlah ini berkurang lagi pada 2008, yaitu sebanyak 6.659 hektare.

Terjadi rata-rata penurunan 38,5 hektare tiap tahunnya. Catatan Dinas Pertanian Sumbar, dalam waktu 10 tahun, telah terjadi pengurangan lahan sawah sebanyak 2 ribu hektare karena pengembangan perumahan di Kota padang.

Alih fungsi lahan sawah yang lebih masif terjadi di Pasaman Barat. Jika pada tahun 1981, luas sawah tercatat 27.168 hektare. Pada tahun 2005, luas sawah hanya bersisa 16.127 hektare. Jumlah ini turun lagi pada 2007, yaitu sebanyak 14.840 hektare. Kondisi ini karena perkebunan sawit. Lahan sawah diganti dengan perkebunan sawit.

Hal yang sama terjadi di Solok Selatan. Pada 2005, luas sawah tercatat 15.769 hektare. Pada tahun 2011, tercatat hanya 9.270 hektare. Artinya, kurun waktu enam tahun saja, telah berkurang 6.490 hektare lahan sawah. (isr)

0 komentar:

Posting Komentar